"Setiap kita adalah pejalan kaki. Masing-masing diberi jarak tempuh sendiri-sendiri. Tiada jalan untuk mundur, tiada tempat untuk istirahat sebelum kita mencapai ujung jalan. Kita telah diberikan peta perjalanan dalam Kitab Suci, terserah masing-masing kita untuk menggunakannya atau tidak."

Monday, July 30, 2007

Memberi Makna Pada Hidup

Apa yang akan Anda lakukan jika dokter memberitahukan bahwa Anda menderita penyakit AIDS, penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya? Itu berarti bahwa Anda tinggal menunggu waktu untuk meninggalkan dunia ini. Apakah Anda akan merasa syok dan mengeluh mengapa nasib tidak berpihak kepada Anda?

John begitu terpukul ketika ia mengetahui bahwa ia menderita AIDS. Ia seakan tidak percaya bahwa penyakit itu akan menyerang dirinya, dan tak tahu harus bagaimana menjalani hari-hari sisa hidupnya. Lalu timbul penyesalan atas gaya hidupnya selama ini yang sering melakukan hubungan sex bebas dengan banyak perempuan yang dikencaninya. Tapi penyesalan tinggallah penyesalan, karena semuanya sudah terlambat.

Beberapa waktu ia hanya mengurung diri di kamar, menangisi nasibnya. Cita-citanya untuk menjadi pebasket profesional terancam kandas di tengah jalan. Ia hanya bisa menghitung hari, dan merasakan wajah kematian tersenyum sinis padanya.

Ia hampir putus asa menatap hari-harinya, sampai sebuah pikiran tiba-tiba berkelebat di kepalanya. Oke, waktunya mungkin hanya tersisa sebentar lagi, tapi ia akan memanfaatkan waktu yang sedikit itu untuk menjadi seseorang yang jauh lebih baik. Ia bertekad untuk memperbaiki diri, untuk memberi makna pada hidupnya yang tinggal sebentar.

Lalu mulailah ia menjadi orang yang penuh perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya, selalu siap membantu kapanpun diperlukan. Ia berusaha untuk tidak menyakiti siapapun, karena ia tahu mungkin saja ia tidak akan sempat untuk meminta maaf. Ia menyayangi orang-orang di sekitarnya dengan tulus dan orang-orang pun menyayanginya dengan tulus juga.

Sampai suatu saat ketika ia merasa waktunya sudah semakin dekat, ia merenungi kembali perjalanan hidupnya. Banyak hal yang belum sempat ia lakukan, akan tetapi setidaknya di hari-hari terakhir hidupnya ia telah melakukan sesuatu yang bermakna, dan mudah-mudahan itu akan dicatat sebagi amal kebaikannya.

Ketika John akhirnya menghembuskan napas terakhirnya, banyak orang yang menangisi kepergiannya. Seseorang yang luar biasa telah pergi dengan meninggalkan kesan mendalam di hati semua orang.

Kisah John adalah kisah seseorang yang berusaha memberi makna pada hidupnya, karena ia tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. John bisa disebut beruntung karena ia masih sempat memperbaiki dirinya sebelum ia meninggalkan dunia ini.

Teman, kita semua pada akhirnya akan mati, hanya saja kita tidak tahu kapan waktunya. Mungkin sebentar lagi, mungkin besok, atau minggu depan, bulan depan. Kalau kita tidak memberi makna hidup kita dari sekarang, mungkin kita tidak akan punya waktu lagi untuk melakukannya. Tentu Anda tidak ingin menderita AIDS dulu seperti John untuk memulainya kan?

Monday, July 9, 2007

Bijaksana

Seorang teman bertanya pada saya apakah arti kebijaksanaan itu, dan apa batasan atau karakteristik orang yang bijaksana. Saya sejenak terhenyak karena tak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Sejujurnya saya tidak tahu harus ngomong apa. Ini adalah pertanyaan filosofis, sejenis pertanyaan seperti yang diajukan secara diam-diam kepada Sophie dalam novel Jostein Gaarder, "Dunia Sophie". Kayaknya saya perlu mengendapkannya lebih dulu lalu kemudian mencoba menyusun jawaban yang 'enak'. Karena itu saya tidak langsung menjawabnya, saya pulang sambil terus memikirkan pertanyaan itu.

Masing-masing orang bisa mempunyai pendapat yang berbeda tentang bijaksana. Bisa saja ada orang yang mengatakan bahwa saya bijaksana, akan tetapi pada saat yang bersamaan ada orang lain lagi mengatakan bahwa saya tidak bijaksana. Wah, kalo gitu sebenarnya bijaksana itu relatif dong. Pada tataran pemikiran manusia, iya, memang relatif, sama seperti kebaikan, kejahatan, keadilan, demokrasi dll.

Menurut saya bijaksana adalah kemampuan untuk memilih yang paling baik dari beberapa pilihan yang ada. Hidup adalah pilihan. Dari waktu ke waktu, menit ke menit, detik ke detik, kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. Bahkan pada saat menulis ini pun saya dihadapkan pada pilihan: terus menulis sekarang ATAU berhenti dulu kemudian melanjutkan di lain waktu. Setiap saat adalah pilihan.

Kadang kita harus membuat keputusan yang cukup penting karena keputusan kita itu akan mempengaruhi hidup kita selanjutnya, misalnya ketika lulus SMU kita mau kuliah di jurusan apa; lulus kuliah mau kerja dimana; saat menikah akan menikah dengan siapa; setelah menikah akan tinggal dimana, dll dst. Sering kita memerlukan waktu cukup panjang untuk menentukan pilihan seprti ini. Ada juga pilihan-pilihan yang lebih sederhana, misalnya hari ini mau makan nasi goreng atau pecel lele; minumnya es teh atau es jeruk; pakai baju biru celana kotak-kotak atau baju kotak-kotak celana biru, dll dst.

Ada banyak variabel yang tidak bisa kita kendalikan dalam pengambilan keputusan, dan kita tak bisa berbuat apa-apa untuk itu. Karena itu sering kita menyesali keputusan yang sudah kita buat, walaupun kita tahu bahwa menyesal kemudian itu tidak berguna. Menurut saya, kalau kita sudah mempertimbangkan baik-baik apa yang akan kita pilih, maka segala konsekuensi dari pilihan itu harus siap kita terima, seburuk apapun itu. Begitu kita membuat keputusan dengan sepenuh kesadaran, maka fokuslah untuk meneruskan langkah. Di sinilah pentingnya konsep tawakal, memasrahkan diri sepenuhnya kepada Wujud yang Maha Kuasa atas segala sesuatu: Tuhan.

Jadi, selamat membuat keputusan!