"Setiap kita adalah pejalan kaki. Masing-masing diberi jarak tempuh sendiri-sendiri. Tiada jalan untuk mundur, tiada tempat untuk istirahat sebelum kita mencapai ujung jalan. Kita telah diberikan peta perjalanan dalam Kitab Suci, terserah masing-masing kita untuk menggunakannya atau tidak."

Saturday, March 21, 2009

Balada Jamkesmas

RS tempat saya bekerja (yaitu RS Islam Karawang) menyediakan 18 bed untuk pasien Jamkesmas dewasa, 2 bed untuk anak, dan 2 bed lagi untuk pasien kebidanan. Dengan total 22 bed, RSIK menempati urutan teratas untuk RS swasta di Karawang dalam hal penerimaan pasien Jamkesmas. Sampai-sampai ada anggapan bahwa RSIK adalah RS Jamkesmas. Saya tidak punya data untuk daerah di luar Karawang, tapi menurut saya RS swasta yg menyediakan >10 bed untuk pasien Jamkesmas jumlahnya tidak banyak.

Kapasitas 22 bed itu setiap hari hampir selalu penuh, terutama yang 18 bed untuk pasien dewasa. Begitu ada yang pulang langsung terisi lagi oleh pasien baru, bahkan ada yang pakai booking tempat segala agar tidak keduluan pasien lain.

Kalau saya perhatikan, sesungguhnya tidak semua pasien Jamkesmas itu benar-benar miskin. Banyak yang sebenarnya mampu tapi hanya pura-pura miskin agar bisa mendapatkan perawatan gratis dengan fasilitas Jamkesmas. Jadi jangan heran kalau ada pasien Jamkesmas tapi gelang dan cincin emas bertebaran di tangan, atau asik SMSan ria dengan HP yang lebih mahal dari punya dokternya. Ada calo-calo Jamkesmas yg akan membuatkan kartu Jamkesmas dan persyaratan lainnya untuk pasien kelompok ini, sekalian ikut mengantarkan ke RS, tentu saja dengan bayaran sejumlah tertentu. Setiap hari para calo ini berkeliaran mencari calon "klien".

Banyak kisah lucu tapi ironis berkaitan dengan pasien pura-pura miskin ini. Pernah ada kejadian seorang bapak diantar anak-anaknya ingin dirawat sebagai pasien Jamkesmas di RSIK. Persyaratannya sudah lengkap semua, tapi berhubung waktu itu ruangan penuh, pasien lalu dirujuk ke RSUD. Ternyata di RSUD pun ruangan penuh, akhirnya si Bapak ini balik lagi ke RSIK dan minta dirawat di ruangan kelas 1!

Yang kasihan adalah ada pasien yang benar-benar miskin tapi tidak punya kartu Jamkesmas. Ada juga pasien yang benar-benar miskin, punya kartu Jamkesmas, tapi tidak bisa dirawat karena ruangan terisi penuh oleh pasien pura-pura miskin tadi.

Entah sampai kapan ironi seperti itu akan terus terjadi...