"Setiap kita adalah pejalan kaki. Masing-masing diberi jarak tempuh sendiri-sendiri. Tiada jalan untuk mundur, tiada tempat untuk istirahat sebelum kita mencapai ujung jalan. Kita telah diberikan peta perjalanan dalam Kitab Suci, terserah masing-masing kita untuk menggunakannya atau tidak."

Wednesday, November 25, 2009

Hidup adalah Perjalanan

Hidup adalah sebuah perjalanan. Titik startnya adalah ketika sel sperma dan ovum bertemu dan terjadi pembuahan. Saat itu manusia memulai hidupnya di alam rahim. Selama kurang lebih 9 bln 10 hari, manusia hidup di alam ini, berproses utk persiapan menuju ke alam dunia.

Pada saat lahir, hidupnya di alam rahim telah selesai, dan mulailah hidupnya di alam dunia. Di sini ia dianugrahi akal & nafsu, dibekali dgn sebuah peta yg disebut Kitab Suci. Jika ia mengikuti peta itu maka ia akan menempuh jalan lurus, tp jika ia meninggalkannya maka ia akan tersesat.

Setelah melewati alam dunia, ia memasuki babak baru, yaitu alam barzakh. Dlm bahasa manusia ia disebut mati, tp sebenarnya ia tetap hidup tp di alam yg berbeda.

Kemudian sampailah ia di alam yg terakhir, yaitu alam akhirat. Di sini ia kembali kepada Tuhannya yg memberinya hidup pertama kali. Ia mempertanggungjawabkan apa yg telah diperbuatnya selama di alam dunia. Bagi yg mengikuti Kitab Suci maka ia akan kembali ke haribaan Tuhannya. Inilah terminal akhir dari perjalanan yg disebut kehidupan itu: kembali ke haribaan-Nya...

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un..."
Sesungguhnya kita adalah milik-Nya, dan sungguh hanya kepada-Nya kita kembali...

Saturday, October 10, 2009

Hargai Apa Yang Kita Miliki

Pernahkah Anda mendengar kisah Helen Kehler?
Dia adalah seorang perempuan yang dilahirkan dalam kondisi
buta dan tuli. Karena cacat yang dialaminya, dia tidak bisa
membaca, melihat, dan mendengar.

Nah, dalam kondisi seperti itulah Helen Kehler dilahirkan.

Tidak ada seorangpun yang menginginkan lahir dalam kondisi
seperti itu. Seandainya Helen Kehler diberi pilihan, pasti
dia akan memilih untuk lahir dalam keadaan normal. Namun
siapa sangka, dengan segala kekurangannya, dia memiliki
semangat hidup yang luar biasa, dan tumbuh menjadi seorang
legendaris.

Dengan segala keterbatasannya, ia mampu memberikan motivasi
dan semangat hidup kepada mereka yang memiliki keterbatasan
pula, seperti cacat, buta dan tuli.

Ia mengharapkan, semua orang cacat seperti dirinya mampu
menjalani kehidupan sebagaimana manusia normal lainnya,
meski itu teramat sulit dilakukan.

Ada sebuah kalimat fantastis yang pernah diucapkan Helen
Kehler:

"It would be a blessing if each person could be blind and
deaf for a few days during his grown-up live. It would make
them see and appreciate their ability to experience the joy
of sound".

Intinya, menurut dia merupakan sebuah anugrah bila setiap
orang yang sudah menginjak dewasa itu mengalami buta dan
tuli beberapa hari saja. Dengan demikian, setiap orang akan
lebih menghargai hidupnya, paling tidak saat mendengar
suara!

Sekarang, coba Anda bayangkan sejenak....

......Anda menjadi seorang yang buta dan tuli
selama dua atau tiga hari saja!

Tutup mata dan telinga selama rentang waktu tersebut.
Jangan biarkan diri Anda melihat atau mendengar apapun.
Selama beberapa hari itu Anda tidak bisa melihat
indahnya dunia, Anda tidak bisa melihat terangnya
matahari, birunya langit, dan bahkan Anda tidak bisa
menikmati musik/radio dan acara tv kesayangan!

Bagaimana? Apakah beberapa hari cukup berat?
Bagaimana kalau dikurangi dua atau tiga jam saja?

Saya yakin hal ini akan mengingatkan siapa saja, bahwa
betapa sering kita terlupa untuk bersyukur atas apa yang
kita miliki. Kesempurnaan yang ada dalam diri kita.

Seringkali yang terjadi dalam hidup kita adalah keluhan
demi keluhan. Hingga tidak pernah menghargai apa yang
sudah kita miliki. Padahal bisa jadi, apa yang kita miliki
merupakan kemewahan yang tidak pernah bisa dinikmati oleh
orang lain.

Ya! Kemewahan untuk orang lain!

Coba Anda renungkan, bagaimana orang yang tidak
memiliki kaki? Maka berjalan adalah sebuah kemewahan yang
luar biasa baginya.

Helen Kehler pernah mengatakan, seandainya ia diijinkan
bisa melihat satu hari saja, maka ia yakin akan mampu
melakukan banyak hal, termasuk membuat sebuah tulisan yang
menarik.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran, jika kita mampu
menghargai apa yang kita miliki, hal-hal yang sudah ada
dalam diri kita, tentunya kita akan bisa memandang hidup
dengan lebih baik.

Kita akan jarang mengeluh dan jarang merasa susah!

Malah sebaliknya, kita akan mampu berpikir positif dan
menjadi seorang manusia yang lebih baik. :-)

Sumber: AsianBrainNewsletter

Saturday, March 21, 2009

Balada Jamkesmas

RS tempat saya bekerja (yaitu RS Islam Karawang) menyediakan 18 bed untuk pasien Jamkesmas dewasa, 2 bed untuk anak, dan 2 bed lagi untuk pasien kebidanan. Dengan total 22 bed, RSIK menempati urutan teratas untuk RS swasta di Karawang dalam hal penerimaan pasien Jamkesmas. Sampai-sampai ada anggapan bahwa RSIK adalah RS Jamkesmas. Saya tidak punya data untuk daerah di luar Karawang, tapi menurut saya RS swasta yg menyediakan >10 bed untuk pasien Jamkesmas jumlahnya tidak banyak.

Kapasitas 22 bed itu setiap hari hampir selalu penuh, terutama yang 18 bed untuk pasien dewasa. Begitu ada yang pulang langsung terisi lagi oleh pasien baru, bahkan ada yang pakai booking tempat segala agar tidak keduluan pasien lain.

Kalau saya perhatikan, sesungguhnya tidak semua pasien Jamkesmas itu benar-benar miskin. Banyak yang sebenarnya mampu tapi hanya pura-pura miskin agar bisa mendapatkan perawatan gratis dengan fasilitas Jamkesmas. Jadi jangan heran kalau ada pasien Jamkesmas tapi gelang dan cincin emas bertebaran di tangan, atau asik SMSan ria dengan HP yang lebih mahal dari punya dokternya. Ada calo-calo Jamkesmas yg akan membuatkan kartu Jamkesmas dan persyaratan lainnya untuk pasien kelompok ini, sekalian ikut mengantarkan ke RS, tentu saja dengan bayaran sejumlah tertentu. Setiap hari para calo ini berkeliaran mencari calon "klien".

Banyak kisah lucu tapi ironis berkaitan dengan pasien pura-pura miskin ini. Pernah ada kejadian seorang bapak diantar anak-anaknya ingin dirawat sebagai pasien Jamkesmas di RSIK. Persyaratannya sudah lengkap semua, tapi berhubung waktu itu ruangan penuh, pasien lalu dirujuk ke RSUD. Ternyata di RSUD pun ruangan penuh, akhirnya si Bapak ini balik lagi ke RSIK dan minta dirawat di ruangan kelas 1!

Yang kasihan adalah ada pasien yang benar-benar miskin tapi tidak punya kartu Jamkesmas. Ada juga pasien yang benar-benar miskin, punya kartu Jamkesmas, tapi tidak bisa dirawat karena ruangan terisi penuh oleh pasien pura-pura miskin tadi.

Entah sampai kapan ironi seperti itu akan terus terjadi...